KRIMINALISASI PENDIDIKAN

Tindak  kriminal dan pendidikan adalah merupakan dua padanan kata yang sulit untuk dipertemukan dalam penyusunan kalimat, hal tersebut dalam  realitas kehidupan manusia juga merupakan perbuatan yang sulit menyatu jika melihat dalam perjalanan peradaban manusia. Pendidikan seyogianya mengajarkan nilai kebaikan dan penguatan karakter peserta didik agar dapat menghindarkan dari berbagai macam perbuatan yang mengarah kepada tindak kriminal. Di sisi lain, dalam kenyataan dewasa ini justru dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia memunculkan banyak perbuatan kriminal yang muncul sebagai perbuatan yang bermotif khusus

Di tengah gencarnya program pemerintah guna mewujudkan pendidikan gratis atau setidaknya murah bagi tiap kalangan, ternyata masih saja ada anak yang putus hingga tak pernah merasakan bangku sekolah. Lihat saja persentase jumlah mahasiswa Indonesia yang hanya sekitar 19% dari jumlah penduduk usia 19 – 24 tahun. Apakah negara hanya mampu menyediakan sekian bangku di PT, atau memang kaum pemuda tak mampu mengakses pendidikan itu sendiri.

Melihat eksistensi pendidikan yang sangat strategis dalam kehidupan fundamental manusia, maka tidak salah jika tatanan yang sangat fundamental yang telah diletakkan oleh pendiri bangsa Indonesia sebagai tujuan dari eksistensi bangsa Indonesia yang hendak dicapai adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut tertuang dalam Pembukaan UUD NKRI 1945 yang menyebutkan secara implisit bahwa salah tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Selanjutnya, Pasal 31 UUD 1945 secara eksplisit menegaskan bahwa ”setiap warga negara memiliki dan berhak mendapat segala fasilitas yang berkenaan dengan pendidikan”. Kemudian dikuatkan secara instrumental dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional) bahwa Pendidikan nasional berfungsi dalam pengembangan kemampuan berupa keterampilan fisik maupun softsklill dan berfungsi dalam pembentukan watak atau karakter yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan berperan dalam perkembangan peradaban Bangsa.

Sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadi kunci utama dari permasalahan di atas. Tak usah jauh – jauh memandang, ternyata di kampus ini masih banyak hal yang demikian. Ketika ruang kelas berkapasitas 30 orang harus menampung hingga dua kali lipat jumlah dari normalnya. Bukankah akan berpengaruh pada tingkat seraana  ilmu dari dosen ke mahasiswa. Rasanya sebagai mahasiswa kita patut bersyukur karena hanya merasakan belajar di kelas yang penuh sesak. Bagaimana halnya dengan para murid yang harus belajar tanpa ruangan dikarenakan sekolah yang rubuh. Atau karena sekolahnya digusur oleh pemilik tanah yang belum menerima kompensasi dari pemerintah. Lantas ke manakah total anggaran buat sektor ini. Sudah menjadi rahasia umum jika masih ada penyelewengan baik di tingkat pusat maupun daerah. Setali tiga uang dengan maraknya pungli maupun joki ujian.Sekali lagi tujuan mulia dari pendidikan itu sendiri terkoyak oleh para mafia. para kaum terpelajar yang sedikit rusak. Mereka yang semestinya bersenjatakan pena dan buku kini berganti dengan senjata tajam maupun api. Maraknya kasus tawuran tak hanya dimonopoli kaum mahasiswa, namun kini telah merambah ke tingkat yang lebih rendah. Murid SD pun kini tak lagi takut buat saling lempar di tengah jalan. Ironis memang, namun itulah realitanya. Sepertinya hal ini terjadi karena pola didik yang mengutamakan kekerasan dalam pembentukan karakter. Atau sistem pengkaderan yang sangat jauh dari nuansa akademis serta nilai kemanusiaan. Tengok saja kasus IPDN dan beberapa sekolah dinas yang lain. Kekerasan kini menjadi hal yang lumrah dilakukan. Garis pengajaran yang hanya berorientasi pada bagaimana menyelesaikan soal 1 + 1 = 2.

Berbagai macam kualifikasi tindak pidana tersebut diuraikan sebagai berikut :

  1. Tindak pidana yang menyerang fisik

 adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan yang mengarah kepada bentuk kekerasan ataupun penganiaayaan kepada peserta didik yang melalaikan kepentingan peserta didik ataupun pendidik yang dilakukan dalam proses pendidikan. Tindak pidana ini dapat terwujud melalui perkelahian antar pelajar maupun penganiayaan baik yang dilakukan antar sesama peserta didik maupun yang melibatkan tenaga pendidik.

  1. Tindak pidana korupsi yang terjadi dalam dunia pendidikan meliputi mengambil dana biaya operasional sekolah (BOS) untuk kepentingan

: pribadi, penggelapan dana di bidang pendidikan, perbuatan curang dalam pemanfaatan dana pendidikan, manipulasi anggaran, pungutan liar, penyuapan di bidang pendidikan dan lain sebagainya.

  1.  Diskriminasi pendidikan

 yaitu segala bentuk perbuatan yang membedakan perlakuan dalam proses pendidikan terhadap peserta didik, seperti diskriminasi berdasarkan ras, gender, agama, hubungan kekerabatan, kesukuan dan bentuk diskriminasi lainnya.

  1. Tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik di bidang pendidikan.

Hal yang kini kerap terjadi berkaitan dengan tindak pidana ini adalah maraknya kasus perundungan antarsiswa yang tidak hanya menyerang secara psikis tetapi juga dapat berbentuk kekerasan fisik sebagaimana pada poin pertama.

  1. Tindak pidana pemalsuan di bidang pendidikan yang meliputi pemalsuan dokumen resmi kependidikan (ijazah, gelar kependidikan, dan dokumen resmi lainnya).
  2. Tindak pidana komersialisasi pendidikan yang tidak sah.

 Kualifikasi tindak pidana ini memang memiliki perbedaan yang signifikan dengan kualifikasi tindak pidana konvensional dalam KUHP khususnya yang berkenaan dengan modus perbuatan. Perbuatan ini lebih mengacu pada kegiatan di bidang pendidikan yang berorientasi pada keuntungan (profit), namun dilakukan dengan sengaja melanggar ketentuan hukum, seperti memperdagangkan nilai kepada peserta didik, memperdagangkan gelar kepada masyarakat, penjualan buku ajar dengan paksaan dan ancaman yang berdampak pada pemberian nilai dan bentuk-bentuk lainnya.

  1. Tindak pidana terhadap HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)

HKI di bidang pendidikan yakni tindak pidana di bidang intelektual dari para peneliti dan atau akademisi berupa plagiasi karya ilmiah, pencurian karya ilmiah (plagiarism), pembajakan karya ilmiah, dan berbagai bentuk pencurian karya intelektualitas.

 

  1. Di batasi ruang bersuara di lingkunngan Akademik Pendidikan

Maraknya pembatasan bersuara di lingkungan  akademik pendidikan seperti di lingkungan kampus , mahasiswa sedikit mendapat ruang bersuara,kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi sering kali di batasi oleh pihak perguruaan tinggi yang seharung menjadi  tanggung jawab  segenap Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan tinggi, namun fakta berkata lain sedikit sekali kebebsan bersuara, pelasanaanya di batasi ini merupkan bentuk diskrimanasi pendidikan terhadap mahasiswa, Dari kerangka hukum yang ada, jelas bahwa seharusnya pimpinan perguruan tinggi tidak melarang, melainkan wajib melindungi dan memfasilitasi  mahasiswa dalam menyampaikan pendapat.

Melihat keadaan Indonesia saat ini memang sangat menyedihkan, Bukan hanya permasalahan sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia, bahkan orang-orang yang seharusnya menjamin pendidikan di indonesia pun justru mencuri hak-hak anak-anak bangsa dengan melakukan korupsi dana pendidikan yang seharusnya dapat dimanfaatkan bersama untuk kepentingan generasi muda Indonesia, pendidikan yang hanya terpusat atau terfokus di daerah perkotaan atau yang mudah terjangkau merupakan permasalahan utama di Indonesia, maka Keberadaan tindak pidana dalam sistem pendidikan nasional dan melihat perkembangan tindak pidana yang ada dalam bidang pendidikan memperlihatkan akan keluasan cakupan dan strategis dari sistem pendidikan nasional indonesia sebagai Negara yang memiliki tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa perlu memberikan atensi yang lebih besar terhadap kebijakan pemidanaan dalam sistem pendidikan nasional, hal sebagai wujud upaya memaksimalkan penguatan dan perlindungan tujuan negara yang manifestasi pelaksanaanya sangat tergantung dari pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Disisi lain, keberadaan pendidikan di Indonesia juga memegang potensi keuangan yang tinggi, harpanya kedepan semoga pemerintah meberikan perhatian khusus terutama di dunia pendidikan agar pendidikan di indonesia bebas dari tindak pidana kriminalisasi.

 

 

 

 

 

 

 

                                                           

 

 

 

                                                                                    Yogyakarata, 03, Februari 2022

                                                                                                BEM KM UMY