Dibalik keindahan dan ramainya kota Yogyakarta akan wisatawan terdapat sebuah persoalan yang pelik akan pengolahan sampah yang tak kunjung mencapai titik terang. Sebagai kota yang menjadi tujuan wisata dan banyaknya pendatang dari luar daerah yang menuntut ilmu, hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya sampah di kota Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu, sampah-sampah dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di Yogyakarta bertumpu pada Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang hingga kini menjadi gunung sampah yang tak terkendali. Padahal, anggaran untuk pengelolaan sampah yang disetorkan Kota Yogya pun cukup besar. Namun hal itu bukan menjadi persoalan sepanjang sampah terkelola dengan baik.
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan merupakan tempat pemrosesan akhir sampah yang berasal dari tiga wilayah di Provinsi Yogyakarta diantaranya yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Dinamakan TPST Piyungan karena lokasi ini berada di Dusun Ngeblak dan Watugender, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Luas daerah yang dijadikan sebagai tempat pembuangan kurang lebih 12,5 Ha dengan kapasitas tampung sebesar 2,7 juta meter kubik sedangkan sampah yang masuk disetiap harinya berkisar antara 400-500 ton/hari dengan system pengelolaan sampah control landfiil. Control landfill adalah suatu Teknik pengelolaan sampah dengan cara perlakuan terhadap sampah akan ditimbun lalu diratakan. Apabila timbunan sampahtersebut penuh, maka akan dipadatkan dan ditutup dengan tanah kembali.
TPST Piyungan pertama kali didirikan pada tahun 1995 dan mulai beroprasi pada tahun 1996 yang lalu dikelola oleh Dinas Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Yogyakarta pada tahun 1996 hinga 1999. Namun, dengan adanya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, sejak tahun 2000 sampai tahun 2017 pengelolaan TPAS / TPST Piyungan dilakukan bersama oleh Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul dalam wadah kerjasama Sekretariat Bersama Kartamantu. Hingga pada 2019, pengelolaan TPST Piyungan dialihkan pada Balai Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. Pada Tahun 2022 dilakukan sebuah transisi sekitar 10.121 meter persegi dengan kedalaman 5,5 meter di selatan dan 7 meter di utara dengan kapasitas tampung mencapai 171.000 meter kubik.
Permasalahan utama dari volume sampah yang terus meningkat adalah keterbatasan kapasitas TPST dalam menampung sampah. Apabila kapasitasnya telah terlampaui bukan tidak mungkin terjadi bencana seperti ledakan dan longsor sampah. SejakTPST Piyungan dioperasikan, berbagai dampak negative muncul diantaranya berdampakpada perubahan tata guna lahan, pencemaran udara, pencemaran air tanah, pencemaran air permukaan. Tentunya peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan ini karena permasalahan tersebut akan berkesinambungan dengan sustainable development. Sustainable development akan membawa tiga aspek perubahan diantaranya Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. TPST Piyungan diperkirakan mencapai 10tahun setelah pengoprasiannya, namun hingga saat ini TPAT Piyungan masih beroprasi,karena belum adanya rencana untuk pemindahan tempat pembuangan akhir.
Pada tanggal 7 Mei 2022 lalu, warga memblokade akses menuju Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Penutupan tersebut dilakukan lantaran masyarakat setempat kesal karena kondisi tempat penampungan yang sudah memprihatinkan masih terus dibuangi sampah hingga mengakibatkan lingkungan tercemar dan warga setempat mengeluhkan terkait limbah air sampah atau air lindi. Selain itu, sumber air di sumur milik warga yang mengeluarkan aroma yang tidak sedap hingga sampah yang mengalir ke pemukiman warga setiap kali musim hujan tiba. Hal inilah yang menyebabkan warga kesal dan berakhir pada penutupan paksa TPST Piyungan.
Dari latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka peneliti dapat mengambil suatu rumusan masalah yaitu, “Bagaimana prosedur dan dampak dari pengelolaan sampah yang telah dilakukan di TPST Piyungan saat ini? Apakah cukup efektif? ”
Tujuan dari penulisan kajian ini adalah untuk mengetahui keefektifan dari pengelolaan sampah yang dilakukan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan ditinjau berdasarkan perspektif UU No.18 tahun 2008 dan berdasarkan perspektif keramahan lingkungan hidup.yang telah diatur dalam Undang-Undang.
Sampah secara umum dapat diartikan sebagai semua benda yang sudah tidak digunakan lagi oleh makhluk hidup, sehingga sifatnya menjadi buangan. Sampah ini merupakan benda sisa yang dihasilkan oleh manusia, hewan, bahkan tumbuhan yang jika tidak digunakan lagi akan berpotensi dianggap sebagai sampah. Sampah juga bisa didefinisikan sebagai material sisa dari rumah tangga dan produksi industri yang dibuang. Material sisa tersebut dapat berwujud zat padat, cair, hingga gas. Tidak jarang material seperti itu adalah bahan utama penyebab pencemaran lingkungan. Berdasarkan Pasal 1 huruf a UU Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah sendiri diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang diatur dalam UU Tahun 2008 meliputi :
Berdasarkan jenisnya, sampah diatur menjadi dua yaitu :
Berdasarkan wujudnya, sampah dibedakan menjadi :
Klasifikasi sampah berdasarkan wujudnya dapat dilihat dari bentuk fisik material sisa. Ada tiga jenis sampah jika dilihat dari wujudnya, yaitu padat, cair, dan gas.
Selain menggunakan metode yang sudah disebutkan tadi, pengelolaan sampah di Indonesia juga menggunakan metode 3R yaitu Reduce, Reuse, Recycle yang telah diatur pemerintah pada Pasal 12 ayat (1) UU Tahun 2008 berbunyi “ Setiap Orang dalam pengelolaan sasampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan”. Maka dari itu penerapan 3R dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan untuk mengurangi lonjakan poulasi sampah yang ada di lingkungan kita. 3R tersebut adalah:
1) Reduce (mengurangi sampah) dalam arti tidak membiarkan tumpukan sampah yang berlebihan. Contohnya dengan mengurangi penggunaan plastic saat berbelanja yaitu dengan menggunakan tas belanja bukan sekali pakai.
2) Reuse (menggunakan kembali sisa sampah yang bisa digunakan). Kita dapat memanfaatkan wadah minyak atau detergen refill untuk menanam bunga
3) Recycle (mendaur ulang). Daur ulang biasanya memerlukan alat khusus untuk mengolahnya menjadi suatu benda.
Pengelolaan sampah di perkotaan umumnya menggunakan dua system yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Namun, dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta sebagian besar pemerintah menggunakan cara sentralisasi yaitu dengan cara penarikan retribusi, pengumpulan sampah dari sumber, pengumpulan di TPS daerah setempat lalu menuju ke TPA yang dalam hal ini seluruh sampah dari tiga daerah besar di Yogyakarta akan bersatu di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan.
Dalam pengelolaan sampah dapat digunakan berbagai metode diantaranya adalah :
Landasan hukum dan standar teknis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan adalah :
5.1 Pengelolaan Persampahan
– Permen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraaan Prasarana dan Sarana Persamapahan dan penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
– Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan amah Sejenis Rumah Tangga
– eraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Ppenyediaan Air Minum yang didalamnya juga mengatur masalah persamapahan (bagian ke tiga, pasal 19 sampai 22)
– Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
5.2 Peraturan Daerah
– Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No. 4 tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
– Peraturan Gubernur DI YogyakartaNo. 99 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penggunaan Fasilitas dan Jasa Pelayanan Pengelolaan Sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Regional pada Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum PPerkotaan
– Peraturan Daerah DI Yogyakarta No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
– Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
– Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 36 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
– Pearturan Daerah Kabupaten Sleman No. 13 Tahun 2011 tentang Retribusi
– Pearturan Daerah Kabupaten Bantul No. 15 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah
– Peraturan Daerah Kabupaten Bantul No. 17 Tahun 2010 tentang Ijin Usaha Pembuangan Sampah ke TPA Piyungan
– Surat Perjanjian No. 07/Perj/BT/2001, 05/PK.KDH/2001 dan 02/PK.KDH/2001 tentang Pengelolaan Sampah di TPA Piyungan
Sementara, landasan Hukum Pengelolaan Sampah Dasar kebijakan pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul secara spesifik diatur pada lima perundangan, yaitu:
5.3 Undang-undang RI Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Aktivitas pengelolaan sampah untuk tujuan pemanfaatan kembali guna mereduksi sampah, didalamnya terdapat fasilitas untuk merubah sampah menjadi bentuk yang lebih berguna yang teknik pengolahan sampahnya seperti pemilahan sampah, penggunaan ulang.
5.4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pencemaran lingkungan akibat sampah menjadi tanggungjawab pemerintah, sementara dalam menangani pencemaran limbah menjadi tanggung jawab pelaku usaha
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan terletak di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul yang merupakan bagian dari lereng utara pegunungan Baturagung dan memiliki kemiringan yang bervariasi, curam dan mendatar serta membentuk tanah ledok dengan jurang yang cukup dalam sekitar 40 meter. Cakupan paling banyak TPST Piyungan ini tertinggi adalah Kota Yogyakarta (90%) sedangkan Bantul sekitar (1,91%). Berikut adalah kondisi spersampahan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2018.
Permasalahan sampah yang terjadi di TPST Piyungan adalah hal yang klasik seperti pada daerah perkotaan yaitu mengenai volume sampah besar dan melebihi daya tampung tempat pembuangan akhir (TPA). Lahan TPA semakin sempit,faktor jarak mengakibatkan pengangkutan sampah kurang efektif, teknologi pengolahan tidak optimal, terbatasnya tempat penampungan sampah sementara (TPS), kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan sampah serta minimnya edukasi dan manajemen diri pengelolaan sampah. Selain itu, jika dilihat dari faktor pengelolaan sampah pada TPST Piyungan itu sendiri menggunakan metode pengolahan Control Landfill Methode yaitu system pembuangan sampah dengan menimbun lapisan sampah dengan tanah setiap harinya. Penggunaan metode tersebut dinilai tidak efektif karena sampah yang ada tidak akan hilang dan cenderung menumpuk, tetapi luas area penimbunan tidak bertambah, sehingga tetap terjadi penumpukan sampah yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Daya tampung pada TPST Piyungan berkisar 500 ton/hari yang ditangani dan ditampung di TPS Piyungan. Namun, terkait metode yang digunakan nyatanya dalam TPST Piyungan tidak setiap hari dilakukan penimbunan tanah karena banyaknya sampah yang masuk tidak sebanding dengan luas daerah yang digunakan sehingga semakin lama semakin menjadi gundukan sampah yang tidak bisa terurai dengan baik dan sehingga bisa disimpulkan bahwa Control Landfill Methode adalah semu.
Sampah yang menumpuk hingga menjadi highland di Kecamatan Piyungan ini makin lama semakin terbiasa dilihat. Control Landfill Methode kian hari semakin tidak diindahkan karena ketimpangan yang terjadi, sehingga perubahan secara sistematis mengenai metode pengelolaan sampah pun terjadi yaitu menjadi Open Dumping methode.Metode Open Dumping adalah suatu metode pengelolaan sampah yang memanfaatkan lahan topografi daerah yang ada. Yang hanya membuang dan menumpuk sampah pada lahan terbuka. Karena banyaknya sampah yang masuk tiap hari hingga 500 ton perharinya menyebabkan lahan disana kekurangan dan pengelolaan sampah tidak bisa secara maksimal. Apabila pemrintah daerah Istimewa Yogyakarta masih tetap menggunakan system open dumping maka akan berdapak pada pengenaan saksi kepada pemerintah daerah istimewa Yogyakarta dimana sanksi tersebut sudah tercantum dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 25, pasal 29, pasal 40, dan pasal 41, terkait dengan larang, konpensasi serta ketentuan pidana.
Didalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Ketentuan mengenai pembiayaan diatur dengan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Daerah. Di samping itu dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang 18 Tahun 2008. Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang tersebut.
Dalam hal tersebut, tentu saja Pemerintah Daerah Provinsi Yogyakarta telah menyukseskan Undang-Undang tersebut karena hingga tiap tahunnya pemerintah daerah mengeluarkan anggaran sebesar 2 miliar kepada Tempat Pembuangan Sampah Terdapdu (TPST) Piyungan. Namun sayangnya, pada pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 kurang diindahkan dengan baik oleh pemerintah daerah setempat. Pasal 44 ayat (1) dan (2) dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengenai sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan system pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008. Dimana Pemerintah DIY masih memberlakukan sistim pembungan sampah terbuka hingga saat ini, Ayat (2) Pemerintah daerah harus menutup tempat pemoerosesan system pembuangan tebuka paling lama 5 (Lima) tahun terhitung sejak berlakunyanya Undang – Undang ini. Dimana amanat dari pasal 44 Undang – Undang Nomor 18 belum dilaksanakan oleh pemerintah DIY yang mengakibatkan semakin menumpuknya sampah yang ada di TPST Piyungan yang akan mengakibatkan banjir sampah yang dapat merusak lingkungan dan berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitar TPST Piyungan.
Pada hari sabtu, 7 Mei 2022 lalu banyak warga setempat yang memblokade daerah disana karena dianggap sudah sangat tidak ramah lingkungan. Terjadinya blokade kembali TPST Piyungan menjadikan masalah mengenai pengelolaan sampah seakan selalu berulang-ulang tanpa solusi yang tepat. Warga memberikan beberapa tuntutan kepada Pemda DIY, seperti tuntutan mengenai keluhan air lindi (air sampah) yang mencemari lingkungan sekitar, ada juga tuntutan warga yang menginginkan TPST Piyungan ditutup permanen. Dalam hal ini masalah mengenai pencemaran lingkungan, banyak warga yang mengeluhkan limbah dari TPST Piyungan mencemari sumur milik warga. Warga di sekitar TPST Piyungan menuding Pemerintah Daerah tidak pernah memperhatikan dampak lingkungan dari aktivitas pembuangan sampah.
Keberadaan TPST Piyungan memang memilki resiko tinggi terhadap komponen lingkungan diantaranya :
Jika berdasarkan lahan yang digunakan, tentu saja resiko yang terjadi yaitu mengenai warga setempat akan merasa tidak nyaman untk tinggal di daerah tersebut karena adanya buangan limbah terutama air lindi yang mencemari air sumur warga setempat seperti yang terjadi pada daerah TPST Piyungan.
Keberadaan TPST Piyungan juga beresiko pada kualitas udara yang berasal darigas akibat proses degradasi sampah dimana bau sampah semakin lama semakin tidaksedap. Pencemaran gas yang ditimbulkan ini sangat berbahaya bagi masyarakat sekitar.Masyarakat sekitar akan merasa tidak nyaman karena tidak dapat menghirup udara segar,mereka hanya menghisap bau sampah ke dalam pernafasan. Tentu resiko ini bersifatnegative karena pencemaran gas yang timbul jumlahnya sangat besar dan terus menerusdan merupakan gas yang berbahaya
Kualitas air permukaan juga teracam, karena banyaknya limbah cair yang dibuang kesugai hal ini tentu akan berdampak pada mereka yang memanfaatkan air sungai sepertimanusia, flora maupun fauna. Tak hanya itu, hal yang mungkin terjadi adalah matinyatumbuhan air, hewan air dan biota air.
Hal yang diprakirakan terjadi dari adanya TPST berresiko mencemari air tanah,masyarakat yang memanfaatkan air tanah untuk keperluan sehari-hari akan merasakandampaknya karena pengolahan lindi pada lapisan dasar TPST.
Resiko akibat adanya TPST Piyungan bagi masyarakat sekitar juga berdampak padakesehatan masyarakat. Dimana buangan pengolahan limbah cair yang meresap kedalampermukaan sungai/air sedangkan masyarakat sekitar yang tinggal di daerah itu masihmemanfaatkan air tersebut. Dengan adanya keberadaan TPST di Piyungan, berakibat padakesehatan dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap masyarakat sepertibatuk-batuk atau gangguan pernafasan. Namun masyarakat tidak terlalu mempedulikan haltersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi bahwa “Pencemaran lingkungan akibat sampah menjadi tanggungjawab pemerintah, sementara dalam menangani pencemaran limbah menjadi tanggung jawab pelaku usaha”. Namun dalam permasalahan ini, pemerintah daerah kurang dapat mengatasi hal tersebut yang seharusnya bisa diatasi dengan solusi yang solutif. Bukan solusi yang hanya meredamkan masalah TPST Piyungan ini secara sesaat. Sebab, permasalahan TPST Piyungan ini seakan terus berulang-ulang karena TPST Piyungan sudah berulang kali memiliki masalah serupa.
Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan merupakan tempat pemrosesan akhir sampah yang berasal dari tiga wilayah di Provinsi Yogyakarta diantaranya yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Dinamakan TPST Piyungan karena lokasi ini berada di Dusun Ngeblak dan Watugender, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Luas daerah yang dijadikan sebagai tempat pembuangan kurang lebih 12,5 Ha dengan kapasitas tampung sebesar 2,7 juta meter kubik sedangkan sampah yang masuk disetiap harinya berkisar antara 400-500 ton/hari dengan system pengelolaan sampah control landfiil. Control landfill adalah suatu Teknik pengelolaan sampah dengan cara perlakuan terhadap sampah akan ditimbun lalu diratakan. Apabila timbunan sampahtersebut penuh, maka akan dipadatkan dan ditutup dengan tanah kembali.
Berdasarkan keefektifan pengelolaan sampah yang dilakukan di TPST Piyungan, hal tersebut belum sepenuhnya efektif. Lahan TPA semakin sempit,faktor jarak mengakibatkan pengangkutan sampah kurang efektif, teknologi pengolahan tidak optimal, terbatasnya tempat penampungan sampah sementara (TPS), kurangnya sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan sampah serta minimnya edukasi dan manajemen diri pengelolaan sampah. Penggunaan metode Control Landfill dinilai tidak efektif karena sampah yang ada tidak akan hilang dan cenderung menumpuk, tetapi luas area penimbunan tidak bertambah, sehingga tetap terjadi penumpukan sampah yang terus bertambah dari waktu ke waktu.
Menurut Pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, sebagian dari pasal yang ada telah dilakukan oleh pemerintah tetapi dalam pasal 44 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 kurang diindahkan dengan baik oleh pemerintah daerah setempat dimana Pemerintah DIY masih memberlakukan sistim pembungan sampah terbuka hingga saat ini. Selain itu, dalam perspektif keramahan lingkungan hidup, TPST Piyungan sudah sangat memprihatinkan keadaannya dan sudah sangat mencemari lingkungan setempat olehkarena itu diwaktu lalu warga melakukan tuntutan mengenai keluhan air lindi (air sampah) yang mencemari lingkungan sekitar, ada juga tuntutan warga yang menginginkan TPST Piyungan ditutup permanen.
Daftar Pustaka
A, A. S. (2022, Juli 11). indotnesia.suara.com. Retrieved from Profil TPST Piyungan, Muara Sampah di Yogyakarta yang Menggunung Tak Terkelola: https://indotnesia.suara.com/read/2022/07/11/030917/profil-tpst-piyungan-muara-sampah-di-yogyakarta-yang-menggunung-tak-terkelola
Caeli, M. R. (2022, Juni 20). Pembangunan TPST Transisi di Piyungan Capai 30 Persen. Retrieved from bersnasnews.com: https://bernasnews.com/pembangunan-tpst-transisi-di-piyungan-capai-30-persen/
Dewi, M. A. (2018, Mei). Dampak Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Terhadap Sustainable Development. Retrieved from Rrsearchgate.net: https://www.researchgate.net/publication/325284258_Dampak_Tempat_Pengolahan_Sampah_Terpadu_TPST_di_Piyungan_Terhadap_Sustainable_Development
Jiwandono, R. (2022, Mei 10). TPST Piyungan Ditutup Warga, DLH Bantul Tunggu Kebijakan dari DLHK DIY. Retrieved from jogjasuara.id: https://jogja.suara.com/read/2022/05/10/144325/tpst-piyungan-ditutup-warga-dlh-bantul-tunggu-kebijakan-dari-dlhk-diy
Kukuh. (2019, November 19). Ada 800 Bank Sampah Mati di DIY, Danais Bisa Jadi Solusi. Retrieved from gatra.news.com: https://www.gatra.com/news-457456-gaya%20hidup-ada-800-bank-sampah-mati-di-diy-danais-bisa-jadi-solusi.html#:~:text=%E2%80%9CDi%20DIY%2C%20bank%20sampah%20lebih%20banyak%20berasal%20dari,Namun%20sayangnya%20selama%20ini%20dukungan%20pemerintah%20kurang%2C
One, T. T. (2022, Mei 11). Darurat Sampah Yogyakarta, Ini Profil Singkat TPST Piyungan yang Diblokir Warga. Retrieved from tvonenews.com: https://www.tvonenews.com/daerah/yogyakarta/40077-darurat-sampah-yogyakarta-ini-profil-singkat-tpst-piyungan-yang-diblokir-warga#:~:text=TPST%20Piyungan%20merupakan%20lokasi%20pembuangan%20sampah%20akhir%20untuk,Sitimulyo%2C%20Kecamatan%20Piyungan%2C%20Ka
Panjimhs. (n.d.). Arti Kata Sistem Controlled Landfill Adalah. Retrieved from glosarium.org: https://glosarium.org/arti-sistem-controlled-landfill/
Redaksi. (2021, September 24). Masalah Sampah di Kota Yogya Masih Pelik. Retrieved from Nasdemjogja.id: https://nasdemjogja.id/2021/09/24/masalah-sampah-di-kota-yogya-masih-pelik/
Sampah – Pengertian, Jenis, Dampak dan Pengelolaan. (n.d.). Retrieved from rimbakita.com: https://rimbakita.com/sampah/
Sampah, B. P. (n.d.). Landasan Hukum Pengelolaan Sampah. Retrieved from dlhk.jogjaprov.go.id: https://dlhk.jogjaprov.go.id/landasan-hukum-pengelolaan-sampah#:~:text=Landasan%20hukum%20dan%20standar%20teknis%20yang%20menjadi%20acuan,Rumah%20Tangga%20dan%20Sampah%20Sejenis%20Sampah%20Rumah%20Tangga
Syambudi, I. (2020, Desember 27). Gunungan Sampah Bikin Susah Warga Piyungan DIY, Pemda Bisa Apa? Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/gunungan-sampah-bikin-susah-warga-piyungan-diy-pemda-bisa-apa-f8ud
Tahya, F. (n.d.). Dilema TPST Piyungan, Harus Ada Solusi yang Solutif. Retrieved from yoursay.id: https://yoursay.suara.com/kolom/2022/05/10/082415/dilema-tpst-piyungan-harus-ada-solusi-yang-solutif